Semalam seorang Atheist berkata
Agama itu sumber kerusakan, coba lihat banyak kekerasan, terrorism, bahkan perang atas nama agama.
Saya jadi teringat, seminggu yang lalu seorang da’i muda berkhotbah
Hari valentine itu hari maksiat, hari berzina banyak perzinahan dilakukan di (hari) valentine dengan kedok kasih-sayang. Nauzubillah min zalik.
Meskipun mereka berdua memiliki konsep ketuhanan yang bertolak belakang tapi setidaknya meraka mempunyai persamaan dalam satu hal. Meraka sama-sama berpikir secara induktif. Padahal matematika mengajari kita untuk selalu berpikir deduktif, mengaharamkan berpikit induktif. Karena berpikir induktif sering menimbulkan kesalahan-kesalahan (Fallacy) seperti contoh di atas.
Apa itu deduktif dan induktif?
Saya tidak akan menjelaskan panjang lebar mengenai deduktif dan induktif. Saya hanya akan memberikan ilustrasi saja
Contoh berpikir deduktif
- Suku batak berasal dari sumatera
- Si budi orang batak
- maka si Budi dari sumatera
Contoh berpikir induktif
- Si Budi dari Sumatera
- Suku batak berasal dari sumatera
- maka si Budi orang batak.
Coba kalian pahami contoh di atas, kalian akan paham perbedaan deduktif dan induktif. Secara sederhana deduktif adalah berpikir dari general case ke special case, sedangkan induktif sebaliknya. Jika kalian ingin mengasah kemampuan berpikir secara deduktif tetaplah belajar matematika dan cara terbaik belajar matematika adalah membaca blog ini (promosi mode: on 😀 ).
Note
Perlu diketahui induksi matematika bukanlah penalaran induksi dalam matematika. Itu merupakan metode pembuktian secara deduktif untuk membuktikan suatu pernyataan berlaku untuk semua bilangan asli.
**Ingin mendapatkan kaos unik bertema matematika silahkan kunjungi kaos.ariaturns.com*
Pemikiran yang objektif ^_^
ahhhhh…
kebanyakan mikir ne…
cape deh….
gak maksud tujuan blog ini…
Hi Aria,
Saya menulis artikel yg cukup berhubungan dgn topik di atas, problem dgn generalisasi (kesimpulan dgn induktif, statistik, dsb), membahas pertanyaan “Apakah agama buat orang berlaku jahat?”. Silahkan baca bila tertarik dan berikan pendapat (mungkin reply di sini selama saya blm buka fasilitas komen di halaman tsb).
http://pemikirbebas.wordpress.com/2010/03/22/apakah-agama-buat-orang-berlaku-jahat/
hahaha! malah debat! emg berpikir secara deduktif lebih baik. kalo mau berpikir secara induktif, harus didukung dengan analisis statistika. biar hasilnya akurat! XD (nyambung ga sih?!)
Haha, judul post-nya lucu. Menjebak, wkwk.
Kalau matematika mengharamkan berpikir induktif bukan berarti tidak boleh digunakan dalam kehidupan sehari-hari kan? Ingat sains berkembang karena kedua penalaran tersebut bekerja sama. Keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita umumnya menggunakan cara berpikir analogis, yaitu cara berpikir berdasarkan pengalaman yang sudah ada. Kalau dulu tindakan A berhasil mungkin kalau dilakukan sekarang juga bisa berhasil. Oh ya, yang ditulis mas aria ini sebenarnya bukan persamaan atheist dengan da’i tetapi perilaku manusia secara umum ya begitu, mudah mengambil kesimpulan hanya berdasarkan beberapa fakta. Jadi inget tebak-tebakan ini, apa persamaan tukang sate dengan tukang baso? sama-sama tidak jualan nasi goreng.
Judul “persamaan atheist dan da’i” boleh dibilang hanya lah trik supaya orang baca. Sebenenarnya tulisan saya ini hanyalah ketidak setujuan saya terhadap pendapat seorang da’i dan seorang atheis. Kebetulan ke2 pendapat mereka menggunakan logika berpikir yang sama (logika induktif)
Iya betul… Seringkali orang dengan seenaknya mengambil kesimpulan berdasarkan kasus khusus menjadi umum berlaku untuk setiapnya… Kalau itu mayoritas atau hampir, ya katakan saja hampir semua atau banyak yg berzina, tapi tidak semua yang merayakan valentine melakukan zina… Jangan serta merta mengambil kesimpulan secara umum…
Di dalam statistika, harus dicantumkan nilai error/standar kesalahan, jadi tidak bisa menganggap mendekati 1 itu dengan 1. Nilai peluang 1 itu artinya pasti, sangat berbeda dengan mendekati 1.
Saya setuju dengan mas Zaky. (Halo mas, ini aku yang waktu itu ketemu di perpus Mipa Selatan sama mas Denik)
Saya akan sedikit mengutip kata-kata dari Lebesgue:
“Reduced to general theories, mathematics would be a beautiful form without content. It would quickly die.”
Tapi itu kan matematika ya? Gimana kalo secara umum? Saya bingung mengapa Lebesgue mengatakan : Tereduksi menjadi teori umum, matematika menjadi berbentuk cantik tanpa isi. Maka secepatnya akan musnah
Mungkin bagi saya itu berarti: Jangan memperumum begitu aja, karena sepintas akan tampak mengundang fenomena (*cantik, menarik minat*) tetapi tak lama kemudian akan cepat ditentang atau musnah.
Saya ingin memberi komentar tentang kalimat, “Hari valentine itu hari maksiat, hari berzina banyak perzinahan dilakukan di (hari) valentine dengan kedok kasih-sayang. Nauzubillah min zalik.”
memang cara berpikir ini induktif. tapi, special case di sini sifatnya mayoritas kan?
Pertanyaan tsb mirip dgn pernyataan seperti ini,
Hampir semua orang di kampung A adalah orang gila
Toni tinggal di kampung A
Nah, besar kemungkinan kalau Toni juga orang gila kan??? Karena ini dunia nyata [bukan matematika yg abstrak], sedikit boleh kan menganggap peluang yg mendekati 1 itu sama dengan 1?
Lagipula, di dalam Islam setiap sesuatu yg kemungkinan mudaratnya lebih besar dibanding manfaatnya, lebih baik ditinggalkan saja kan????
Sekarang pertanyaannya adalah
apakah mayoritas orang merayakan valentine dengan berzina?
Saya banyak nemuin keluarga2 yang merayakan valentine dengan makan malam bersama..
Dogma itu mudharatnya sangat besar karena membatasi daya pikir kritis manusia. Sesuai dengan pernyataan Sayang Isra, berarti kita boleh meninggalkan dogma donk?