
sumber: stateimpact.npr.org/
Ini kejadian kemarin, seorang ibu dengan penuh antusias menjelaskan kepada saya, rumus cepat yang dikuasainya. Saya mendegarkannya dengan ogah-ogahan, karena saya tidak suka dengan yang namanya rumus cepat. Mengapa?
Karena 1 alesan mendasar, Rumus cepat itu answer Oriented, yang penting lo bisa jawab soal dengan cepat gak pake lama, padahal matematika itu reasoning oriented, dalam matematika yang terpenting bukanlah jawaban tapi penjelasan yang SAHIH atas jawaban tersebut.
Apa itu penjelasan yang sahih?
Menurut KBBI, sahih adalah
sa·hih a sah; benar; sempurna; tiada cela (dusta, palsu); sesuai dng hukum (peraturan): kesaksiannya kurang — krn tidak dikuatkan oleh sumpah;
Penjelasan yang sahih adalah penjelasan dengan langkah-langkah yang lengkap, setiap langkahnya benar tidak ada yang salah, dan sistematis.
***
Harus kita akui bahwa munculnya beraneka ragam rumus-rumus cepat yang berorientasi pada jawaban karena sistem pendidkan kita yang menyedihkan ini juga sami mawon berorientasi pada jawaban juga. UN (ujian Nasional) dari tingkat SD sampai SMA berbentuk pilihan ganda. Siswa hanya dituntut memilih jawaban yang benar tanpa harus menjelaskan mengapa mereka memilih jawaban tersebut. Mau pakai rumus cepat, mau ngasal bahkan nyontek sekalipun (selama tidak ketahuan tentunya) tidak jadi soal yang penting jawabannya benar. Badingkan dengan UN di Prancis yang benar-benar menuntut penjelasan
Sekarang bisa kita lihat sendiri akibat dari sistem pendidkan kita yang berorientasi pada jawaban. Budaya contek-mencontek sudah merajalela, siswa hanya memikirkan hasil akhir bukan proses. Orang tua hanya peduli nilai rapor si Anak tanpa peduli usaha si anak untuk mendapatkan nilai.
Matematika mengajari kita untuk menghargai proses bahwa proses itu jauh lebih penting daripada hasil, tetapi sayang sistem pendidikan kita mengajari matematika dengan keliru.
Ini mematika penalaran siswa.
kalo un di bikin essay menurut saya penilaiannya susah, keobjektifan penilaiannya susah karena penilainya banyak. intinya penerapannya susah. saya ga yakin negara yang pendidikan matematikanya bagus menerapakan ujian nasional yg soalnya essay. (walaupun ga punya datanya).
menurut saya lebih baik di kurikulum dan penerapannya di perbaiki (sekaligus gurunya yang sebenarnya kurang/ga ahli), toh untuk masuk ptn ada jalur ujian tertulis yg soalnya susah, jadi rumus cepat ga berguna.
Prancis yang katanya pendidikan Matematika Terbaik ada disana, Un matematikan 100% esay
https://ariaturns.wordpress.com/2012/09/29/soal-un-matematika-tingkat-sma-di-prancis/
taspi boleh nggak membuat dan memakai rumus cepat untuk bertahan di zaman UN, ujian harian dan kenaikan kelas yang semakin berat?
nanti kalau setelah kurikulum berubah baru kita pakai reasoning. misalnya untuk tugas kenaikan kelas, guru matematika memberi tugas siswa membuat artikel tentang matematika. babnya terserah asal buatan sendiri, tidak mencari lalu nanti presentasi di depan kelas. apa bapak setuju?
Ya..setuju
menurut lu bang, apa tindakan konkret guru atau calon guru matek untuk menegaskan pd siswa bahwa math is reasoning oriented. karena saat ini siswa justru addict dgn berbagai rumus cepat, terkesan tak acuh dgn konsep yg pendidik jelaskan -_-
Selama kurikulumnya tidak mendukung, akan sulit (bukan berati mustahil) memberikan pemahaman bahwa math is reasoning oriented
setju bngt, itu mematikan penalaran siswa.
setuju juga mas, saya guru matematika tapi paling alergi sama bimbingan belajar yang sekarang menjamur yang menawarkan rumus praktis padahal cuma akal-akalan supaya laris dan lucunya banyak orang mau dan rela mengeluarkan biaya tinggi…:(
itulah dunia bisnis, bagaimana caranya ‘penddikan’ di-bisnis-kan agar cepat dpat uang 🙂
kita yang masih sadar tentang hal ini, seharusnya bisa menjelaskan ke siswa dan orang tua siswa #kalau perlu#
Kalau saya sangat suka dengan rumus cepat. Apalagi tantangan untuk mendapatkanx. Suatu hal yg luar biasa rasax. Kalau hanya memakai sih ga seru…. Temukan… Ajarin cara nemukanx….
jika kita ajarkan cara meneumukan rumus cepat mungkin reaksi mayoritas siwa ” Buat apa, kan keluar di UN”, Sistem di kita ini membuat siswa tidak peduli rumus berasal dari mana, yang penting bisa ngejawab soal…
Saya pikir jgn disama ratakanlah, banyak siswa yg penasaran, memang tidak sedikit yg acuh.
Kalau kita hanya bisa menyalahkan tanpa berupaya tuk memulai memperbaikix minimal dari diri sendiri, apa gunanya?
Saya malah ragu sama guru yg alergi sama rumus2 baru yg bisa dikatakan lebih cepat, sptx guru2 tsb kesanx tidak mau mengembangkan diri dan ilmux.
Saya juga guru, kalau saya coba tanam konsep sejak dini dengan matang. Memang sangat tidak mudah.
Ini menurut saya saja…. Salam dari Samarinda, Kaltim
Sebenernya saya tidak alergi dengan rumus cepat, meskipun judul tulisan ini “Saya Tidak Suka Rumus Cepat” tetapi kalau anda baca tulisan saya ini adalah kritikan terhadap sistem pendidkan kita.
Saya hanya memotret kenyataan yang ada bahwa orang2 tertarik dengan rumus cepat kaena rumus itu membantut untuk menjawab soal lebih cepat bukan bagaimana rumus tersebut diperoleh. Inilah yg tidak saya sukai
Salam dari Bogor, Jabar 🙂
setuju bgt mas,. sya justru takut klo perancang sistem pendidikan di Indonesia trtama Matematika itu bukan orng Matematika (ato lulusan pendidikan matematika) soalx di universitas slalu di kenalkan dg yg namax “problem solving” dn “rumus instan/cepat” tidak masuk dlm bagian itu… 4 langkah polia dh di rangkum jd 1 langkah, jawab a, b, c, d, ato e hehehe….