Pengalaman saya sebagai guru matematika, ketika saya memberikan pertanyaan mengapa, seperti:
- Mengapa cos 0º = 1
- Mengapa pembagian dengan nol tidak terdefinisi ?
- Mengapa rumus luas lingkaran adalah πr² ?
Pasti ada saja murid yang menjawab
kehendak Tuhan.
Jujur saya benci jawaban itu karena itu merupakan kemalasan berpikir yang disebut God of Gaps. Kita menjadikan Tuhan untuk mengisi celah-celah ketidak-tahuan kita tetapi ketika celah-celah ketidak-tahuan itu ditutup maka Tuhan pun “pergi”. Saya tidak bisa melihat kehendak Tuhan atas cos 0º = 1, saya tidak mampu merasakan kuasa Tuhan atas rumus luas lingkaran adalah πr².
Tentu saja secara teologis, semuanya adalah KehendakNYA tetapi menjadikan Tuhan sebagai jawaban atas ketidak-tahuan kita itu tidaklah tepat. Misalkan temanmu baru saja membeli Iphone 6 lalu kamu bertanya
Dapat duit darimana, bisa beli Iphone 6 ?
Temenmu menjawab
Rejeki dari Tuhan
Apa itu jawaban yang tepat? Apa itu jawaban yang diinginkan?
Bayangkan kita hanya menjawab kehendak Tuhan atas pertanyaan mengapa burung bisa terbang, mungkin sekarang tidak ada yang namanya Pesawat.
sama halnya saat kita bertanya “mengapa” dan mereka menjawab “takdir”, aduh pingin saya sikat mulutnya pak hehe
Aku jadi keinget ceritanya para ilmuan matematika ketika ingin mengungkapkan aksioma 1+1=2, jadinya berlembar-lembar halaman menjadi buku yang sangat tebal. Bagaimana dengan kita?
bboleh ga si kak kalau kita bilang bahwa jika cos 0 bukan 1 maka kemungkinan matematika tidak akan konsisten sama halnya seperti pembagian 0 karena itu akan membuat matematika tidak konsisten
ya boleh saja,
Jika cos 0 bukan 1 maka bla bla bla. adalah pernyata impilkatif bernilai benara karena antesedennya salah, so apapun bla bla blanya akan selalu bernilai benar