Jadi suatu hari Justin Gejune Chen, matematikawan dari California Institute of Technology harus berjalan ke rumah koleganya Scott Duke Kominers, matematikawan dari Harvard University. Sebenarnya ada rute bus yang melalui rumah Scott tetapi jadwal kedatangan bus tidak menentu. Terkadang kalo om Justine lagi males jalan dia memilih menunggu bus di halte meskipun datangnya bus tidak menentu.
Kejadian ini membuat om Justine bertanya-tanya solusi mana yang terbaik, jalan kaki ke rumah om Scott atau naik bus meskipun datangnya bus hanya Tuhan dan sopir bus yang tahu. Kita mungkin pernah mengalami situasi yang dialami om Justine. Kita lelah menunggu bus yang tak kunjung datang kemudian memutuskan untuk berjalan kaki ke tempat tujuan. Tentu saja dengan asumsi tempat tujuan kita masih masuk akal dijangkau dengan berjalalan kaki. Tentu saja hal yang konyol saya capek menunggu bus ke bandung di terminal Barangsiang, Bogor kemudian memutuskan jalan kaki Bogor – Bandung.
Om Justine , om Scott ditambah 1 rekannya lagi Robert Wyatt Sinnott dari Harvard University kemudian menuliskan paper matematis untuk menjawab kegalauan Om Justine: Menuggu bus atau jalan kaki (sekali lagi dengan asumsi tempat tujuan masih rasional ditempuh dengan berjalan kaki) . Nah… ternyata jawaban adalah menuggu bus meskipun itu bikin bete. Rumusan pada paper juga berlaku pada kasus ekstrim, kamu lebih baik menunggu bus sejam lamanya meskipun tempat tujuanmu hanya 1 km jauhnya. Kalau kamu mau jalan, kamu harus putuskan dari awal tanpa harus memulai menunggu bus terlebih dahulu.
Ada beberapa asumsi yang digunakan pada paper, yang pertama bus hanya berhenti di halte. Ya iyalah di negara maju, bus hanya berhenti di halte dan terminal, emangnya di sini yang sebagain besar bus bisa berhenti seenak udelnya sopir. Asumsi kedua kecepatan bus konstan, dengan kata lain bus tidak terjebak kemacetan. Asumsi yang sulit berlaku di kota besar seperti Jakarta.
***
Everything is math, bukan? Bahkan menunggu bus saja bisa dimatematikakan
Sumber: https://arxiv.org/abs/0801.0297
cukup menarik
Tapi kalau diitung kisaran jaraknya 1km tapi bis datang 1 jam lg,apakah kita lebih baik menunggu bis atau bisa mencari alternatif lain seperti angkot atau taxi mungkin
di 62 kacau pak banyak delay
kalo di indonesia, mungkin kalo capek nunggu ya jalan aja.. kalo ada bus, tinggal di stop dan naek bus.. soalnya bus bisa berenti dimanapun 😀 😀 😀
belum baca papernya dg teliti, tapi gatel pengen komen. 😀
di situ ada asumsi bis tidak terjebak kemacetan, tapi juga ‘membolehkan’ bis datang kapan saja.
bukannya itu ekivalen? kalo dilihat dari waktu kedatangan (kalo itu yg jadi parameter pengukuran ‘bagus’ atau ‘tidak bagus’) kan sama aja?
Konstannya hanya dari halte ke tempat tujuan bukan konstan di seluruh jalur perjalanan bus
Wah saya juga kadang begini, habis les nunggu ayah saya jemput yang kadang telat. Kalo udah bener-bener diputuskan buat jalan, saya jalan (karena deket, cuma butuh 20 menit buat jalan kaki). Tapi kalo udah nunggu, saya gak mau jalan karena ada pertimbangan bahwa mungkin ayah saya datang setelah saya jalan (sekalian nyari temen yang ngajak pulang bareng hehe).